Kamis, 18 November 2010

“Skenario” bijak mengelola konflik

Setiap langkah yang diayunkan oleh anak manusia baik kedepan, kebelakang, kiri-kanan atau diam merupakan sebuah pilihan, setiap pilihan memiliki konsekwensi dan setiap konsekwensi memiliki kelebihan dan kelemahan. Atas semua pilihan dalam menentukan keputusan selalu dibarengi dengan konflik, baik antar pribadi, antar kelompok dan bahkan yang paling berat dan sulit menentukan pilihan yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Nardjana (1994) menegaskan bahwa konflik berakibat pada terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya kestabilan emosi sehingga mempengaruhi pada efisiensi dan produktivitas kerja. Setiap kondisi dan situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, selalu muncul dan menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan suatu lembaga. Seharusnya setiap lembaga besar atau kecil perlu adanya “skenario” penyelesaian konflik secara bijak agar semua pihak yang terlibat atau yang menerima imbas dari konflik akan terasa aman, nyaman dan tersenyum. Konflik dapat terjadi kapan saja, dimana saja, oleh siapa saja. Konfik muncul tidak dapat diduga, bisa karena perbedaan kepentingan, hasrat yang tidak terpenuhi, harga diri yang terinjak-injak, kepuasan kerja yang terganggu, reward and vonisment yang tidak terpenuhi, janji yang tidak ditepati. Semua itu menjadi salah satu gejala sebagai pertanda akan terjadinya konflik, pernyataan setuju atau tidak terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan pribadi dan kelompoknya akan memicu perasaan bermusuhan yang berakibat pada retaknya jalinan silaturrahmi antar sesama. Bila kita merujuk pada pendapat Wijono (1993) konflik terjadi diakibatkan oleh adanya interaksi yang saling bertentangan, masing-masing individu atau kelompok saling memainkan peran, adu ambisius yang terkadang berlawanan dengan nilai-nilai atau norma. Munculnya interaksi yang ditandai oleh gejala saling meniadakan dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status sosial, posisi strategis dalam jabatan, prestise dalam karier, rasa aman, kepercayaan diri, penghargaan dan aktualisasi diri, termasuk pemenuhan sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu lainnya termasuk mobil, rumah, bonus. Konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kerja, disharmonis, muncul rasa curiga yang berlebihan terhadap rekan kerja, apabila terdapat kelemahan selalu berupaya untuk memunculkan isu baru dengan saling menyalahkan, memberi laporan yang miring kepada pimpinan, sering tampil dengan rasa tidak nyaman ketika berada di ruang kantor/sekolah dan lain sebagainya. Dampak Konflik Konflik dapat berdampak positif dan negatif tergantung pada siapa, dimana, kapan dan apa motif konflik itu terjadi, maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang ditimbulkan oleh pegawai/karyawan dalam menjalankan tugas keseharian tergantung pada kepiawaian pimpinan dalam mengelolanya. Sebenarnya konflik tidak saja bedampak negatif, namun dapat juga berakibat pada hal yang positif seperti meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja. Hadirnya kepekaan terhadap pekerjaan sehingga pegawai/karyawan selalu masuk kerja dan pulang tepat pada waktunya, pegawai/karyawan dapat menggunakan waktunya secara efektif sehingga hasil kerjanya terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini dapat terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam instansi atau lembaga. Pegawai/karyawan selalu berupaya untuk meningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, berdedikasi, memiliki loyalitas, jujur, inisiatif dan kreatif. Pengelolaan konflik secara matang akan mengurangi terjadinya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat pekerja stress sehingga berakibat pada menurunnya produktivitas. Pegawai dan karyawan perlu dihadirkan perasaan aman, percaya diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya dengan terus mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal. Akhirnya akan banyak karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dampak negative dari konflik sesungguhnya disebabkan oleh kurangnya koordinasi, lemahnya konsolidasi dan kurangnya ruang untuk konsultasi sehingga pengelolaan konflik sering berkibat vatal. Adanya kecenderungan pimpinan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan malah menghindar dari konflik justru mengakibatkan hadirnya keadaan-keadaan yang tidak kondusif dengan bertambahnya pegawai/karyawan yang mangkir pada jam kerja, ngobrol berjam-jam, sibuk mondar-mandir, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan. Banyak karyawan yang sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan sebuah instansi dalam menjalankan rutinitas pelayanan public. Malah sering berakibat pada hilangnya populeritas, iklim kerja bisa macet, hilangnya karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit. Langkah Mengatasi Konflik Idealnya bila terjadi konflik seharusnya segera dicarikan solusi agar berimbas pada elemen-elemen lain yang pada akhirnya sulit dicarikan akar permasalahannya. Secara naluriah manusia tidak berkwinginan terjerembab dalam konflik, namun hal itu pasti akan ditemui. Hanya saja setiap konflik butuh orang-orang bijak dengan metode tepat untuk penanganan dan pengelolaannya. Setidaknya ada lima langkah alternative dalam mengatasi konflik Pertama identifikasi kesenjangan, hendaknya dilakukan dengan melibatkan para pakar untuk menentukan apa masalah yang sedang terjadi, siapa saja yang telibat. Kedua diagnosis, inilah langkah yang terpenting untuk menetukan kebenaran dan ketepatan dalam menentukan siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana, pusatkan perhatian anda pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele. Ketiga Menyepakati suatu solusi, mintalah masukan dari orang dalam dan kumpulkan masukan itu untuk mencarikan jalan keluar yang dimungkinkan dijadikan penyelesaian secara praktis. Jangan sekali-kali melakukan kecerobohan carilah format solusi terbaik. Keempat pelaksanaan, ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan anda dan hindari saran dari kelompok anda yang berlebihan. Kelima evaluasi, setiap penyelesaian dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya, sudah saatnya kita tampil dengan kepala dingin, menghadirkan kebijakan yang terhormat, agar semua pihak dapat diselamatkan dan kesuksesan dapat diraih secara bermartabat. Wallahu’aklam bisshawab.

2 komentar:

  1. sebelum mengelola konflik yang paling penting adalah terlebih dulu mengakui ada konflik. Bravo

    BalasHapus