Jumat, 03 Desember 2010

INFORMASI GOBAL DAN POLITIK MEDIA

Dalam diskusi kecil, yang hanya beranggotakan saya dan lima orang teman yang sering saya ajak berdiskusi, terlihat teman-teman saya sangat bersemangat. Melihat pemandangan itu saya tergerak untuk bertanya, apa yang menyebabkan kalian begitu serius dan terkesan gembira sekali. Salah seorang dari mereka yang sering kami panggil gos, memberi komentar... semua orang harus tahu bahwa “dunia ini sudah semakin sempit” lalu ia melanjutkan, sekarang..., untuk mengetahui sesuatu yang sudah dan yang sedang terjadi di belahan bumi tidak perlu harus berada di sana. Cukup... dengan buka televisi atau radio dan di sana akan kita sudah peroleh informasi yang sedang terjadi di kutub utara atau selatan. Tidak harus menunggu lama-lama, pada waktu kejadian peristiwa kita yang sedang berada di Bangka Belitung sudah menerima informasi itu pada waktu yang bersamaan. Malah, informasi itu secara sembarang nyelonong ke kekamar kita, lebih parah lagi.... mereka masuk kamar kita tanpa pamit dan assalamu’alaikum, sungguh informasi itu tidak beretika gumamnya, sembara ia menegaskan dunia memang sudah sempit, dengan nada yang meninggi.
Kali ini... Saya tidak mengomentari tesis teman saya, karena saya tahu itu sudah terjadi dalam beberapa dekade ini. Apa yang dimaksud oleh teman saya itu, mungkin asumsi atau kekhawatiran semata atau rasa prihatin terhadap gelombang dan arus informasi yang sekarang mulai tidak terkendali. Televisi, Radio, internet, koran bahkan Hand Phone yang sedang kita genggam itu merupakan salah satu alat atau media yang menjadi sarana masuknya informasi secara membababi buta, tidak mengenal kawan dan lawan. Apabila kita sedang memiliki salah satu dari empat media tadi, dapat dipastikan kita sedang dilanda serbuar informasi.
Media komunikasi sudah cukup canggih, kecangihan itu membuat semua orang merasa penting dan butuh dengan media masa sehingga tidak membaca koran, tidak menonton televisi, tidak mendengar radio atau belum sempat membuka internet, sepertinya ada sesuatu yang kurang.
Saya berasumsi bahwa media massa merupakan produk yang dipengaruhi oleh nuansa politik/kekuasaan, ekonomi/bisnis, kebudayaan/antropologi, dan sejarah. Permasalahnya adalah semua produk media berpengaruh pada perilaku manusia sisi positif dan negatif selalu muncul, selanjutnya siapa yang berada dibalik produksi konten dari media dan yang terakhir siapa yang menjadi konsituen/sasaran dari produk media tersebut.
Alvin Toffler, mengatakan siapa yang menguasai dan mengendalikan informasi dan komunikasi akan dapat mengendalikan dan menguasai dunia. Inilah yang disebut dengan arus global informasi. Secara umum komunikasi dapat berakibat pada retorika politik, agitasi politik, propaganda politik, public relation politik, kampanye politik, lobi politik yang akhirnya berakibat pada pola tindakan politik.

Komunikasi seperti darah yang mengalir

Komunikasi politik memungkinkan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik seperti halnya darah di dalam tubuh manusia yang menyalurkan pesan-pesan ke seluruh tubuh sistem politik. Komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan sistem politik dan hasil pemprosesan itu, yang tersimpul dalam fungsi-fungsi output, dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback sistem politik. Begitulah komunikasi menjadikan suatu sistem politik menjadi lebih dinamis.
Situasi tempat dimana komunikasi bermula, berkembang, dan berlangsung terus menerus dalam situasi sosial. Artinya hubungan antara komunikator dan khalayak/publik merupakan bagian integral dari sistem sosial. Komunikator sebagai orang yang menduduki posisi penting yang peka di dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dangan menolak dan memilih informasi yang semuanya terjadi di dalam sistem sosial yang bersangkutan. Karena itu komunikator politik itu memainkan peranan sosial yang utama, terutama dalam proses penggiringan opini publik.
Karl Popper memperkenalkan teori pelopor (pioneer theory) mengenai opini publik, bahwa para pemimpin menciptakan opini publik karena mereka “berhasil membuat beberapa gagasan mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima”. Karena itu opini publik dipahami sebagai sejenis tanggapan publik terhadap pemikiran dan usaha para aristokrat pikiran untuk mencipta pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, argumen-argumen baru.
Penelitian diarahkan tentang pemimpin politik, kaum elit, jurnalis, pemimpin opini, dan persuader profesional. Komunikator dapat dianalisis sebagai dirinya sendiri. Artinya melalui sikapnya terhadap khalayak/publik potensial, martabat yang diberikannya kepada mereka sebagai manusia. Ia memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yg dpt dikonseptualkan sesuai dengan kemampuan akalnya, pengalamannya sebagai komunikator dengan publik yang serupa atau yang tak serupa, dan peran yang dimainkan di dalam kepribadiannya oleh motif untuk berkomunikasi.
Leonard W. Doob mengatakan bahwa komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka dalam masyarakat harus ditetapkan. Maka ada tiga kategori yang diidentifikasi, yaitu politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, komunikator profesional dalam politik, dan aktivis (komunikator paruh waktu). Komunikator dapat dianalisis sebagai dirinya sendiri. Artinya melalui sikapnya terhadap khalayak/publik potensial, martabat yg diberikannya kepada mereka sebagai manusia. Wallahu’aklam bis sawaf

2 komentar:

  1. Menurut Michael Foucoult (sosiolog)hegemoni dalam dunia modern tidak lagi dilakukan dengan senjata atau perang melainkan melalui wacana dan aturan-aturan yang dapat memaksa orang untuk melakukan/menuruti keinginan para penguasa.

    BalasHapus
  2. bagi referensi bukunya dong... !!! thanks

    BalasHapus