Sabtu, 04 Desember 2010

WORKSHOP ATAU “SHOPWORK”

Tradisi perencanaan pembagunan di Indonesia dapat dilakukan secara top down dan button-up. Perencanaan pembagunan dapat bersifat top-down dan ini yang pernah dipraktekkan secara besar-besaran oleh pemerintah Indonesia pada masa orde baru. Sedangkan tradisi button-up baru digulirkan pada tahun 2000-an pasca runtuhnya orde baru.
Tulisan ini tidak mencermati perbedaan antara pembagunan yang berasal dari top down atau button-up, karena yang paling penting bukan dari mana asalnya tetapi apa manfaat dari bangunan tersebut. Dan biarlah itu menjadi perbincangan ditingkat pengambil kebijakan di level masing-masing termasuk ditingkat terendah di pedesaan, dan itu seperlunya tidak menjadi beban kita dalam menikmati pembagunan nasional dan daerah di pesedaaan.
Kali ini kita mencoba mendrive seberapa pentingnya program workshop yang digulirkan oleh pihak pemerintah/swasta dan/atau lembaga donor lainnya. Sosialisasi atas kebijakan pemerintah yang sering dibungkus dengan pelaksanaan program pemerintah sehingga stradisi pengenalan program dilakukan dengan berbagai bentuk musyawarah seperti musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) termasuk workshop. Padahal, cecara umum workshop bertujuan pertama untuk memberikan kontribusi positif terhadap sumber daya manusia dlam rangka perencanaan pembangunan infrastruktur Pemerintah Indonesia, untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat. transportasi secara langsung dan atau kerjasama dengan pihak lainnya.
Kedua untuk memperoleh dukungan terhadap rencana pembangunan yang berorientasi pendidikan, kesehatan, dan program pembangunan social. Ketiga mendorong pengembangan sektor swasta bekerjasama dengan lembaga lokal keuangan lainnya melalui penyaluran pembiayaan di unit kerja masing. Keempat memperkuat manajemen pengelolaan terhadap bantuan pembagunan yang beorientasi pada efektif dan efisien. Kelima upaya untuk membantu pemerintah disemua tingkatannya untuk mengidentifikasi dan mengatasi berbangai hambatan terhadap pembangunan melalui keikutsertaan semua pihak dengan studi diagnosis yang ketat.
Workshop yang dilaksanakan oleh para pihak sering dilaksanakan di ibukota kabupaten, atau ibukota provinsi bahkan di ibukota negara, semua itu dilakukan untuk kepentingan seperti di atas. Nah.. sekarang perlu ditilik kesiapan panitia, materi dan peserta yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Terkadang pembentukan kepanitiaan pada suatu kegiatan hanya disusun untuk kepentingan pelaksanaan kegiatan karena sudah terlanjur di anggarkan pada DIPA di APBN/APBD. Selanjutnya materi yang menjadi penguatan pada sebuah workshop perlu dikaji secara rntut dan sistematis agar tidak sia-sia, munimal harus terpenuhi empat hal adalah presentasi, penyampaian tanggapan atau komentar, tanya jawab serta ditutup dengan kesimpulan. Kemudian... lembaga/badan/instansi yang diundang sebagai peserta juga hurus benar-benar sesuai dengan tugas pokok dan fungsi staff untuk kepentingan memajukan unit kerjanya.
Sudah sekian banyak staf pada suatu instansi pemerintah atau swasta mengikuti pelatihan, workshop, seminar, diskusi, lokakarya, sosialisasi, namun seberapa banyak hasil sebuah pertemuan itu dapat direalisasikan di unit kerjanya masing-masing. Seharusnya semakin banyak mengikuti pelatihan yang bersifat penguatan kapasitas, maka semakin bagus pelayanan kepada masyarakat. Kalau ini belum terwujud mungkin ada kekeliruan pada panitia, materi atau peserta, mungkin juga tempat kegiatan yang belum strategis, sehingga belum terpatri pada perilaku keseharian. Malah... ada tradisi dikalangan pegawai/karyawan kesempatan menjadi peserta workshop itu lebih dimanfaat untuk kesempatan shopwork di mall-mall mewah di berbagai ibukota kabupaten, provinsi dan negara. Wallahua’alam bis sawaf

1 komentar:

  1. Dari berbagai riset menunjukan berbagai program pelatihan/pendidikan tidak memberikan sumbangan signifak bagi peningkatan produktivitas kerja para karyawan/pegawai. Mengapa dan dimana letak kesalahannya programnya atau SDMnya? jawabanya bisa pada keduanya, jika program bukan didedikasikan bagi peningkatan SDM, cth program hanya utk ritual proyek bisa tuch.yg begini biasa kan...pada SDMnya jika tidak "niat" utk mengembangkan diri akan sama saja dilatih atau tidak. menghadapi SDM demikian, perlu mejerial dan leadhership yang kuat dan keras jika perlu. yang pasti setiap manusia memiliki keinginan/kebutuhan untuk berprestasi dan kepuasan bukan hanya sekedar mendapatkan imbalan....itu kata David McClelland dengan
    teori need for Achievement (n-Ach)atau juga Maslow dengan 7 level kebutuhan manusia.

    BalasHapus