Senin, 06 Januari 2020

PULAU NANGKA YANG TIDAK DISANGKA

Pulau Nangka merupakan salah satu dusun yang berada dipulau tersendiri dan terpisah laut dari dusun Tanjung Tedung, kedua dusun tersebut berada di Desa Tanjung Pura, Kecamatan Sungaiselan, Kabupaten Bangka. Kabupaten Bangka, masyarakat di sana lebih sering menyebut kabupaten Bangka induk, karena setelah pemekaran dari kabupaten Bangka tahun 2000, Pulau terbagi menjadi 4 kabupaten yaitu Bangka Tengah, Bangka Selatan, Bangka Barat dan Bangka dan 1 Kota Pangkalpinang sebagai ibukota Provinsi Bangka Belitung.
Pelabuhan penyeberangan terdekat ada di Dusun Tanjung Tedung, hanya dalam waktu 15-25 menit kita dapat menyeberang ke pulau dengan menggunakan kapal nelayan yang setiap hari khusus digunakan sebagai sarana transportasi bagi masyarakat setempat. Selain pelabuhan Tanjung Tedung, masyarakat dapat juga menggunakan pelabuhan Desa Sungaiselan yang berada ditimur Pulau Nangka, rute ini tergolong jauh dan membutuhkan waktu sekira 2-2,5 jam perjalanan. Bagi masyarakat yang mempunyai fobia laut, disarankan untuk menyeberang lewat pelabuhan Tanjung Tedung, memang harus menempuh perjalanan darat sekiira  2-2,5 jam dari Kota Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi yang berada dipusat Pulau Bangka.
Pulau Nangka yang dihuni oleh 120 KK dan 100 persen muslim, termasuk salah dari duabelas pulau terluar di Provinsi Kepuluan Bangka Belitung, memiliki panorama pasir putih bersih, terletak di bagian selatan pulau Bangka diapit oleh Pulau Sumatera bagian selatan. Pulau yang memikat mata dengan penampakan burung tujuh warna. Bagi pengunjung yang beruntung akan melihat burung menari, biasanya terbang rendah dan terkesan menyapa para pengunjung dengan kepekan sayap yang lebar dan ekor yang menari bak irama semilir angin yang mendayu mengingikuti hempasan gelompang.
Tidak hanya itu, Pulau Nangka dikelilingi oleh pepohonan yang rindang, hijau, dan rimbun sehingga selalu menghadirkan udara yang cukup dingin dan segar bagi pengunjngnya. Suasana di sore hari, bagi yang “metuah mata” akan menyaksikan pemandangan indah ketika matahari terbenam atau sunset yang menghadir romantisme yang tak terhingga. Masyarakat Pulau Nangka sebagai besar berprofesi sebagai nelayan tradisional menggunakan bubu sebagai alat tangkap ikan, sedangkan bagi ibu-ibu dan remaja hanya berkebun, sebagaiannya lagi berprofesi sebagai penganyam bubu setiap tiga bulan sekali.

Mahasiswa Berkemah
Mengawali tahun 2020, tepatnya pada hari Jum’at, tanggal 3 Januari 2020 atas inisiatif Dr. H. Janawi selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, mengajak para “pentolan” mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan kemah bakti dan rapat kerja organisasi kemahasiswaan (ormawa) di Pulau Nangka. Kegiatan yang dilaksanakan selama 2 hari tersebut diikuti oleh pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) periode 2019 dan pengurus Dema periode 2020, dan para ketua-ketua Unit Kegiatan Mahasiswa dan Uni Kegiatan Khusus (UKM/UKK) yang ada dilingkungan IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung.
Kegaiatan kemahasiswaan perdana tahun 2020, sengaja dipilih di pulau agar mahasiswa dapat lebih serius dan fokus dalam mengevaluasi kegiatan 2019 dan lebih strategis merancang kegiatan untuk tahun 2020.  Mahasiswa adalah elemen penting yang harus ada di setiap kampus, yang kehadirannya dihimpun dalam wadah organisasi mahasiswa (Ormawa). Ormawa terdiri dari Dema, UKM dan UKK, sebagai organisasi atau wadah berhimpun bagi mahasiswa dalam rangka pengembangan keilmuan, minat, bakat dan keterampilan mahasiswa ditingkat kampus. Kampus perlu hadir sekaligus menfasilitasi panggung ekspresi bagi mahasiswa sebagai bagian dari kebebasan berserikat dan berpendapat. Disamping itu, ormawa juga wahana untuk mengembangkan potensi diri, kepribadian dan peningkatan kapasitas dan wawasan intelektual. Diharapakan nantinya mahasiswa mampu belajar bagaimana berpikir (learning how to think), belajar bagaimana untuk melakukan (learning how to do), belajar menjadi diri sendiri (learning how to be) dan belajar bagaimana hidup bersama (learning how to live together).
Raker yang dibahani oleh beberapa narasumber internal kampus dimulai pada pagi hari Sabtu, 4 Januari 2020 dengan pemaparan konsep dan target berorganisasi bagi mahasiswa yang disampaikan oleh Dr. Iskandar. Iskandar mengajak mahasiswa untuk selalu hadir sebagai insan intelektual dengan mengedepankan kesantunan, berkepribadian dan selalu taat azas. Diskusi selanjutnya dibahani oleh Dr. Yusra Jamali, yang mengajak mahasiswa untuk sanantiasa mengikuti norma-norma yang berlaku di kampus, sebagai aktivis kampus, setiap mahasiswa perlu menunjukkan prestasi akademik yang unggul dengan karya-karya besar agar dapat dicatat sebagai jejak sejarah, bahwa kita bernah berhimpun, bersama mengawangi organisasi kemahasiswaaan. Sedangkan Kusnadi, S.Kom mengingatkan agar mahasiswa selalu mempersiapkan diri untuk tampil lebih prima dengan administrasi yang tertib, dokumen yang tertata rapi serta memastikan setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat menghadirkan nuansa positif bagi kampus.

Kisah Lima Datuk 
Alkisah, pada Hari Minggu, Tanggal 5 Januari 2020 sebagai hari ke-3, dan hari itu sebagai hari terakhir kami berada di Pulau Nangka. Ketika kami pulang dari pantai kapal terendam sebagai tempat digelarnya kemah. Kami berziarah ke makam Syaikh Ja’far Siddik begitu nama yang tertera di pintuk masuk makam, tidak ada warga yang dapat menceritakan siapa sesungguhnya yang bersemanyam di makam yang terlihat sangat sederhana.
Kami hanya manedapatkan informasi bahwa tidak akan menemukan hewan Babi dan Anjing. “Babi dan dan Anjing tidak dapat hidup di Pulai Nangka, mungkin itu koramah dari Syaikh” tutur Hasan Rais ketua Mesjid Al Mujahidin, satu-satunya Mesjid yang ada di pualau itu. Tanah Nangka adalah pulau suci yang dulunya pernah dihuni oleh para alim ulama, kata Kadus Pulau Nangka, Sukarni yang didampingi kadus lama Alvira ketika beliau berkunjung ke kemah kami.
Sejarah bajak laut atau perompak laut, di masyarakat Bangka lebih sering menyebut Lanon, menjadi alasan historis mengapa di Pulau Nangka ada sebuah makam tua yang digelar dengan Syaikh.  Ternyata beliau adalah Datuk Jafar Sidiq pendekar dan jawara silat asal Kota Waringin yang di daulat untuk menjaga penduduk Tanjung Tedung dan Pulau Nangka yang sering menjadi sasaran para lanon. Datuk Jafar Sidik dalam menjalankan tugasnya menyamar menjadi petani cengkeh, menanam Sagang/lada dan berburu iakan menggunakan bubu.
Kurun waktu 1856-1916 Masyarakat Bangka atas perintah Raden Muhammad Akil salah seorang anak dari Sultan Muhammad Ali, untuk mendirikan Benteng pertahanan di Tanjung Tedung dan Pulau Nangka, sebagai strategi perang melawan Lanon. Raden Muhamad Akil, ketika peperangan dengan Lanon di Laut Mentok menderita luka-luka dan diselamatkan oleh pedagang Arab yang kebutulan sedang lewat jalur selat Bangka. Beliau diobati dan dibawa ke Arab untuk belajar agama sekaligus menunaikan ibdah haji. Ketika Raden Muhamad Akil pulang ke Bangka, diamahkan oleh pedagag Arab untuk mempersiapkan Benteng pertahanan di Pulau Bangka.
Setelah sampai di Bangka beliau menetap di Kota Waringin dengan tetap mengkobarkan semangat menantang Belanda dengan mengajak para jawara bela diri yang masih ada di Bangka yaitu datuk Waringin, datuk Jakfar Sidiq. Datuk terang, datuk Paga, dan datuk berembun dan beberapa murid dari mereka untuk menyusun strategi mempertahankan wilayah Bangka dari perompak atau penjajah Belanda. Para datuk itu adalah pejuang yang sudah berpengalaman dan terlatih di medan pertempuran darat maupun air sejak perang melawan Belanda yang di pimpin oleh Fatih Krio Panting yaitu Sultan Muhammad Ali atau di kenal dengan julukan Batin Tikal. Bekal ilmu bela diri silat, para datuk tersebut memiliki gerakan seperti bayangan dan kemampuan tenaga tubuh mereka seperti baja.
Raden Muhammad Akil sebagai panglima tertinggi, memberi perintah kepada masing-masing datuk untuk mengamankan wilayah masing-masing. Datuk Waringin di angkat atau di daulat menjadi Panglima Angin yang dibantu oleh Datuk Harimau Garang Al Minangkabau utusan dari kesultanan minangkabau atas permintaan pedagang dari arab yang tugasnya mengamankan perairan selat bangka sampai selat Malaka dan mebentuk satu armada perang. Panglima Angin ini, sekarang dinobatkan sebagai icon dalam perayaan tahunan “perang ketupat” di Desa Tempilang kabupaten Bangka Barat.
Datuk Jafar Sidiq di daulat menjaga penduduk Tanjung Tedung dan Pulau Nangka yang sering menjadi sasaran para lanon. Datuk Jafar Sidik dalam menjalankan tugasnya menyamar menjadi petani cengkeh, menanam Sagang/lada dan berburu iakan menggunakan bubu. Datuk Terang di daulat menjaga kampung kurau di utara pulau Bangka, juga sering menjadi sasaran Lanon, beliau menyamar menjadi petani dan nelayan di kampung Kurau, sebelah Utara Bangka. Datuk Paga di daulat menjaga kampung Penyak yang juga menjadi sasaran Lanon dan menyamar menjadi petani di kampung Penyak, Datuk Berembun di daulat menjaga kampung Tanjung Berikat dan perairan sampai pulau Kelasa menyamar menjadi nelayan di sekitar kampong. (dbs) Waalahu’alam bissawaf…
(Yusra Jamali, Dosen IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar