Kamis, 05 Maret 2020

Tengku Glee Iniem Darussalam, Kisah Mistis Tanpa Jejak


Tanpa direncanakan, setelah mengajar pada pagi hari Kamis, 5 Maret 2020, untuk suatu urusan, saya berkesempatan menuju arah Blang Bintang untuk sekadar mengantar tembusan surat untuk Kantor Regional BKN wilayah XIII Aceh, yang kebutulan beralamat di jalan Lambaro menuju Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda (Bandara SIM) Blang Bintang. Setelah menitipkan surat sesuai arah dari kampus, maka saya membelokkan kendaraan kearah kiri sesuai julur keluar, menuju arah timur dan melintasi Bandara SIM, sehingga sudah berada di wilayah Kecamatan Darussalam.
Darusalam merupakan salah satu kecamatan tertua dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar dengan Ibukota Lambaro Angan. Krueng Kalee merupakan Gampong (Desa) paling timur yang berbatasan langsung dengan Glee (Bukit) Iniem. Glee Iniem masuk dalam wilayah Gampong Krueng Kalee dibawah naungan Mukin Siem, di sana terdapat sebuah makam yang disebut dengan makam Tengku Glee Iniem.
Perjalanan dimulai dari Tungkop, sebuah desa yang terdekat dengan Kampus Darusalam, menggunakan sepeda motor selama 15 menit menelusuri jalan beraspal, sampailah di komplek makam sekira jam 11.00 siang, sesampai di komplek makam, cuaca terasa sejuk dan asri dengan pepohonan yang rimbun dan hijau. Pada siang itu, di Komplek makam, sudah ada 3 orang anak muda (salah satunya adalah cicit keturunan beliau) di balai sisi selatan makam, terlihat lagi santai dan bercengkrama sembari memberi sapaan akrab kepada saya. Saya sebagai tamu langsung menyapa dan memastikan posisi makam berada, sekaligus meminta izin untuk ziarah ke makam.
Saya diizinkan, lalu berwudhuk di kulah (tempat wudhu’) yang tersedia di depan makam, airnya sangat jernih dan sejuk, lalu saya bergegas menuju komplek makam yang dikelilingi bangunan permanen. Bangunan tersebut dibangun sejak tahun 1992 atas inisiatif keluarga dan warga masyarakat Gampong Krueng Kalee. Bagunan yang berwarna putih itu, terdiri dari dua ruangan, satu ruangan digunakan sebagai tempat shalat, dan ruangan dalam terdapat dua buah makam, adalah makam Tengku Glee Iniem disisi barat, dan disisi timur adalah makam Teungku Yusuf, sahabat Teungku Iniem yang selalu setia dan patuh atas perintah Tengku Iniem. Pada saat itu, sudah ada empat orang penziarah dari Lam Ateuk sedang membaca do,a disisi barat makam.
Saya sempat melakukan wawancara singkat dengan Tengku Muhammad Nawi yang kebutulah ada dibalai, beliau adalah keluarga dari generasi ke tiga dari Tengku Glee Iniem. Beliau mengisahkan bahwa Tengku Glee Iniem meninggal pada tanggal 6 Juni 1926 pada umur 63 tahun, tidak diketahui nama asli beliau, namun masyarakat setempat memangillnya Tengku Haji Cek, ayahnya bernama Haji Puteh, kakeknya bernama Tengku Umar dari Negeri Yaman. Tengku Glee Iniem adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, mungkin karena beliau anak bungsu, maka dipanggil Cek dalam bahasa Aceh “Cek” merupakan paman.
Tengku Glee Iniem, tidak pernah menikah, sehingga tidak mempunyai keturunan, beliau juga tidak pernah membuka pesantren/dayah sehingga tidak ada murid/pengikut, dan beliau juga tidak pernah mengagaji/meudagang sehingga tidak ada guru, beliau juga tidak pernah mengarang kitab sehingga tidak ada ajaran dan tarekatnya. Lalu apa kelebihan atau karamah beliau, sehingga makamya selalu diziarah orang?
Berdasarkan cerita cicit dari saudara kandung beliau, Tengku Muhammad Nawi, bahwa Tengku Glee Iniem mempunyai beberapa karamah, diantaranya;
1.        Beliau tidak pernah basah bila berjalan pada saat hari sedang hujan.
2.        Tumbuh rumput nan hijau ditempat yang beliau tunjuk, untuk kebutuhan bagi pencari rumput pada musim kemarau tiba.
3.        Jika ada tamu, beliau selalu berisyarat, seperti menjala ikan di depan rumah dan ikannya ada untuk menjamu tamu.
4.        Beliau terkesan membuang air disembarang tempat, lalu masyarakat keberatan dan menyebut tidak ada air, maka langsung beliau ambil air di sampingnya dan disiramkan, padahal di situ sebelumnya tidak ada air.
5.        Jika ada anak-anak yang bertamu atau ketemu dijalan, maka beliau selalu berikan uang, padahal beliau lagi tidak ada uang dikantong.
6.        Jika ada tamu, atau beliau ingin suatu makanan/masakan, beliau selalu meminta tamunya untuk mengambilnya di meja, padahal tidak ada juru masak, dan beliau juga tidak pernah menikah.
7.        Beliau sangat senang jalan-jalan ke makam Syiah Kuala di Alue Naga, kadang-kadang ke Kampung Pande atau ke Ulee Lheee sekarang, beliau sering menunggang kuda putih dan selalu berjalan lurus, beliau perintahkan joki sado untuk selalu melihat ke depan, jangan pernah menoleh ke belakang. Suatu ketika sang joki ingin tau apa yang terjadi dibelakang, ternyata ketika kuda berjalan, maka dibelakang itu adalah hutan belantara, atau sungai yang berbahaya, atau lautan.
8.        Makam beliau selalu dijaga oleh harimau putih dan itu diceritakan oleh penziarah atau masyarakat setempat pernah melihatnya.
9.        Jika ada orang yang khianat kepada beliau, maka yang bersangkutan selalu ditimpa musibah. Pernah ada oknum masyarakat membakar kandang kerbau di komplek makam, maka rumah yang bersangkutan juga terbakar, pada saat yang bersamaan, dan itu nyata ada buktinya.
10.    Satu-satunya sahabat beliau yang sangat dekat adalah Tengku Hasan Krueng Kalee, beliau adalah sahabat sekampung, ketika Tengku Hasan Krueng Kalee berada di tanah haram, maka disana juga terlihat ada Tengku Gle Iniem yang sedang thawaf. Ketika Tengku Hasan Krueng Kalee berobat di Kuala Lumpur, disana juga terlihat Tengku Gle Iniem sedang berdo,a. ini cerita alm. Tengku Hasan Krueng Kalee kepada kerabat beliau atas karamahnya Tengku Gle Iniem.
Tengku Glee Iniem merupakan keturunan ke 3 dari kakek Tengku Umar yang berasal dari Yaman dan menetap pertama sekali di Keudah/Pelanggalan Banda Aceh. Tengku Umar diutuskan oleh Kerajaan Yaman bersama puluhan keluarga lainnya untuk misi penyebaran Agama Islam untuk wilayah Asia bagian Tenggara. Dalam misi tersebut, sebagian lagi ada yang mendarat di Pidie, Perelak dan Idi, sehingga Tengku Glee Iniem mempunyai sanak dan keluarga disepenajang lintas timur dan utara Sumatra. Mungkin itulah alasan sehingga makam ini selalu dikunjungi oleh penziarah dari Aceh Besar dan sekitarnya, juga pada hari tertentu juga dikunjungi oleh penziarah dari Negara Jiran Malaysia. Kisah dan khazanah tentang Tengku Glee Iniem masih sangat terbatas, semoga ada riwayat lain yang lebih shahih. Waalaahua’lam bissawaf.
(Yusra Jamali, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Ar Raniry Banda Aceh)

1 komentar: