Kamis, 01 Juni 2017

Evaluasi Manajemen Risiko di Sekolah

Beban kerja dan kesiapan kerja menjadi pertimbangan penting dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil kerja. Sekolah merupakan lembaga non profit yang digerakkan dan dijalankan oleh para guru sebagai tenaga pendidik, staf adminitrasi sebagai tenaga kependidikan dan siswa/siswi sebagai peserta didik. Komposisi dan sumberdaya manusia, menjadi komponen penting dalam mewujudkan visi dan misi sekolah. Komponen kerja di sekolah, berkaitan ldengan pelayanan dan pengayaan  yang melibatkan kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan ketersediaan sarana dan prasana termasuk anggaran.
Secara normatif, kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah, menjadi satu-satunya figur menjadi yang dijadikan teladan, tumpuan dan harapan dalam menjaga ritme penyelesaiaan tugas-tugas, termasuk mengajar. Sangat disadari, bahwa semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan, bagi kepala sekolah setidaknya ada dua hal yang menyebabkan terjadinya resistensi, yaitu kualifikasi akademik dan kemampuan manajerial.

Secara kualifikasi akademik, kita yakin bahwa kepala sekolah dan guru ditingkat sekolah menengah rata-rata sudah berijazah sarjana, sebagiannya ada yang sudah berijazah magister, malah ada yang sudah doktoral. Bila dilihat dari kemampuaan akademik, maka kepala sekolah dan tenaga pendidik kita sudah sangat memadai bahkan lebih dari itu, namun secara profesional masih perlu pendataan dan penelitian lebih lanjut. Sebagai tenaga profesional, kepala sekolah dan guru mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda, namun sama-sama memiliki visi untuk mencerdaskan. Tugas manajerial menjadi tugas berat, karena yang dikelola adalah sumberdaya manusia, yang memiliki perilaku dinamis.
Kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan tugas-tugasnya di sekolah sudah barang tentu, akan menemui berbagai kendala dan tantangan, hal itu menjadi beban yang berkibat pada terjadinya stres. Namun demikian, kinerja kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan tidaklah selalu berbanding lurus dengan rasa aman yang diberikan sekolah.
Pengelolaan waktu, perlu terus dilakukan untuk meminimalisir ketimpangan dan segera dapat diidentifikasi dengan skala perioritas. Sumberdaya sekolah selain itu, pendidik dan tenaga kependididikan juga tidak luput dari tekenan mental dari atasannya yaitu kepala sekolah. Demikian pula, oleh kepala sekolah tidak jarang ia juga mendapatkankan tekanan dari atasan misalnya tuntutan kerja dari Dinas Pendidikan yang mana tugas-tugas itu menuntut kepala sekolah untuk dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.
Beban berat yang dialami pendidik dan tenaga kependidikan tersebut tentu saja dapat mengakibatkan kurangnya fokus atau mengganggu aktivitas dalam bekerja. Hal ini, memacu kreativitas kepala sekolah dalam mengelola berbagai risiko termasuk konflik interes. Secara umum, setiap langkah selalu berhadapan dengan risiko, risiko menjadi penting dalam menjaga keseimbangan dalam mengambil keputusan. Namun perlu diingat, bahwa tidak semua orang siap dengan risiko, termasuk pimpinan sekolah. Orang yang siap dengan risiko, akan mengurasi beban atau stres, sehingga dalam berpikir dan bertindak, akan lebih seimbang dan mapan.
Risiko dan rasa stres akan lebih mengancam apabila tidak dibarengi dengan keseimbangan dan pengandalian emosional. Dwiyanti (2001) dipetik oleh Rivai dan Mulyadi (2013) secara umum penyebab stres, sebagai berikut, Pertama tidak adanya dukungan sosial, artinya, ternyata tekanan/stres akan selalu muncul apabila tidak mendapat dukungan dari keluarga dan/atau  lingkungan tempat kerja.
Kedua,tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, hal ini terkait dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas di pekerjaannya. Ketiga, adanya tindakan pelecehan seksual, pelecehan seksual dapat berupa mengajak berkencan, melemparkan rayuan, pujian, senyuman yang tidak pada tempatnya (berlebih).
Keempat, kondisi lingkungan kerja yang terlalu tegang, sehingga iklim kerja terlalu panas, terlalu sesak, terlalu protektif, terlalu gaduh, terlalu ramai dan terlalu bising sehingga kenyamanan menjadi bangka langka,  sulit ditemukan. Kelima, adanya manajemen yang kurang, banyak pekerja belum dapat mengikuti gaya kepemimpinan manajernya yang cenderung neurotis, yakni pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain termasuk bawahan/stafnya.  
Keenam, adanya pengalaman pribadi yang menyakitkan, termasuk kematian anggota keluarga, berpisah dengan pasangan, perceraian, putus sekolah, anak sakit, atau gagal sekolah, kehamilan tidak dinginkan, peristiwa teraumatis atau mengalami masalah pelanggaran hukum. Wallahu’alam bissawaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar