Senin, 15 Oktober 2012

KETIKA PNS JADI BEBAN NEGARA


Ternyata jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia sudah mencapai angka 4.646.351 (bkn.go.id, 21/6/2011). Jumlah tersebut membuat Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjadi khawatir dan meminta pemerintah pusat dan daerah untuk waspada. Kekhawatiran Menteri Keuangan sangat beralasan, dengan jumlah PNS yang begitu besar mengakibatkan pada beban APBN/APBD yang terus meningkat. Setiap tahunnya pemerintah perlu mengalokasi sekitar 50-60 persen untuk membayar biaya rutin PNS seperti gaji, asuransi, dana pensiun, tunjangan jabatan dan Tunjangan Prestasi Kerja (TPK).
Memang kekhawatiran itu, sudah dipertimbangkan dengan adanya kesepakatan moratorium pembatasan penerimaan PNS secara nasional. Moratorium antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, Badan Kepengawaian Negara, bersepakat hanya menerima PNS dengan kompetensi khusus. Untuk tahun 2012 pemerintah hanya menerima PNS untuk tenaga dokter, bidan, apoteker, auditur, pustakawan, arsiparis, guru dengan keahlian husus untuk daerah terpencil dan beberapa orang penyuluh pertanian dan kesehatan. Dengan jumlah PNS yang sangat membengkak dan membebani APBN/APBD pemerintah perlu berfikir bagaimana dengan nasib PNS yang sudah terlanjur ada? Apa yang perlu dilakukan pemerintah dan siapa yang berwenang untuk itu?
Tidak dipungkiri, masih ada PNS yang menunaikan tugasnya hanya sekadar menuntaskan kewajiban saja, belum memperhatikan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Sementara itu ada  PNS yang dengan sungguh-sungguh menjalankan nilai-nilai pengabdian sebagai abdi Negara. Kondisi ini sulit dipetakan, karena keberadaan PNS yang sunguh-sunguh dengan PNS yang sekadar hadir untuk absensi, sama-sama berseragam, dalam ruang dan kantor yang sama. Untuk itu, tugas pemerintah pusat dan daerah dalam hal ini gubernur dan bupati/kota, agar dapat berpikir stategis demi peningkatan sumber daya PNS di semua lini. Tidak hanya itu beban anggaran juga dapat dikendalikan dengan mengedepankan nilai-nilai efektif dan efesien.

Kebijakan Strategis
Semua pihak perlu berpikir positif, agar upaya pemerintah terhadap moratorium penerimaan PNS akan berhasil, paling tidak pemerintah perlu membuat kebijakan strategis untuk meningkatkan kinerja dan motivasi pengawai dalam bekerja. Pertama Regulasi, pemerintah perlu segera menyiapkan peraturan yang mengatur tentang fungsi, beban kerja dan reward kepada pengawai. Bukan berarti peraturan yang ada sekarang belum memadai, tetapi perlu ada optimalisasi agar para pengawai lebih termotivasi dalam bekerja yang semuanya berakibat pada tingkat kesejahteraan.
Kedua pemerintah perlu melakukan restrukturisasi, agar pengawai yang terasa gemuk perlu dirampingkan. Sederhana saja, bila satu bagian/ruangan di kantor pemerintah ada satu orang kepala bagian ditambah dengan 3-5 orang kepala subbagian yang setiap subbagian terdapat 3-6 orang staf, artinya setiap satu bagian/ruang dihuni oleh 15-25 PNS. Sedangkan beban kerja bagian tersebut hanya berfungsi untuk mengagendakan surat masuk dan surat keluar serta mengarsipkannya. Kalaulah yang terjadi seperti itu, maka jumlah itu masih terlalu besar dibandingkan dengan beban pekerjaan yang ada. Padahal beban tersebut dapat dikerjakan oleh 5-7 orang saja, yang penting setiap orang perlu diberi baban kerja yang jelas dengan prinsip satu pekerjaan dapat dikerjakan sacara tuntas. Bila ini dilakukan paling tidak pemerintah akan menghemat dari segi anggaran dan pemerintah akan lebih mudah mengotrolnya.
Ketiga Revitaliasasi, saat ini pemerintah membutuhkan tenaga yang professional dengan tingkat ekspert yang memadai, pemerintah sudah dapat bersikap tegas dengan pengawai yang tidak memiliki kompetensi, dedikasi dan loyalitas. Pemerintah perlu merekruitmen ulang terhadap pengawai yang sudah ada. Hal ini penting dilakukan, agar pengawai benar-benar tenaga professional yang focus dan serius dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Selanjutnya, pemerintah memberi pembinaan berupa peningkatan kapasitas bagi pengawai yang belum terpilih. Hal ini juga diberlakukan kepada pejabat eselon, meskipun mereka sudah pernah mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan baik diklat PIM tingkat I, II dan III.
Keempat Amputasi, pemerintah tidak perlu ragu dan bimbang untuk bersikap tegas terhadap pengawai yang belum menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Akan lebih berwibawa bila pemerintah dengan kewenangan dan wewenang yang melekat padanya untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan konfrehensif terhadap perilaku pengawai. Bila ditemukan pengawai yang hanya rutin absen dan rjin apel, sementara outpunya tidak ada, maka sudah sepantasnya diberi teguran dan sangsi secara tegas. Dan setiap atasan harus berani memberi rekomendasi kepada agar pengawai yang volume kerjanya rendah untuk dievaluasi.
Nah, pejabat berwenang dengan mengedepankan sikap kooperatif dan konfirmatif harus berani bertindak tidak populis, dengan mengajukan pilihan kepada pengawai yang tidak produktif. Bagi pengawai yang hanya datang untuk absen dan pulang setelah apel, perlu disodorkan pilihan untuk mundur dari PNS dengan tetap memperoleh tunjangan masa tua (pensiun dini). Atau diberhentikan dengan hormat tetapi tidak mendapatkan dana pensiun. Resiko terburuk, akan banyak pengawai yang mengadu kepengadilan, namun kita yakin bahwa upaya hukum apapun yang ditempuh. Waallahu’alam bissawaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar