Sabtu, 28 September 2013

SEKDA ACEH LANTIK PENGURUS IMPAS JAKARTA

Pelantikan Pengurus Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh-Jakarta Periode 2013-2015, diisi dengan Orasi ilmiah oleh Guru besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. H. Nazaruddin Sjamsuddin, MA. Pelantikan pengurus IMPAS, Ketua Umum Yusra Jamali, Sekretaris Jenderal Muntasir dan Bendahara Siti Ikramatoun, dilakukan oleh Sekda Aceh, T. Setia Budi atas nama Gubernur Aceh, Sabtu, (28/9) di Mess Aceh-Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Sekda meminta hendaknya pengurus IMPAS untuk dapat segera menyelesaikan studinya dan segera mengabdi, Aceh membutuhkan kontribusi dan pemikiran dari pengurus IMPAS. “hendaknya, jangan berlama-lama menjadi pengurus IMPAS, selesaikan studi tepat waktu dan segera pulang ke Aceh, ide dan konsep kaum intelektual sangat ditunggu, pembangunan Aceh membutuhan sentuhan kaum muda, untuk melanjutkan estafet kepemimpinan di Aceh” pinta Setia Budi.
Sementara itu Ketua terpilih, Yusra Jamali dalam sambutannya menyebutkan bahwa pelantikan pengurus kali ini merupakan hasil Musyawarah Besar (Mubes) III IMPAS yang dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2013 lalu. Secara umum jumlah mahasiswa pascasarjana asal Aceh yang sedang S2 dan S3 di Jakarta mencapai 400an- mahasiswa, sedangkan yang menjadi pengurus IMPAS hanya 45 orang.
IMPAS sebagai wadah silaturrahmi dan tempat berhimpunnya para intektual, paling tidak dapat menjadi perekat dalam perbedaan, pengingat dalam kealpaan, penyambung dalam keretakan, pemersatu dalam perselisihan dan penyejuk dalam kegalauan. “Kita mengakui bahwa ini bukan hal mudah, namun sebagai kaum intelektual, kita perlu memulai” sebut Yusra Jamali.

Orasi Ilmiah

 Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik UI, Prof. Nazaruddin Sjamsuddin,  menyebutkan membangun Aceh perlu sinergisitas antara kampus dan pemerintah Aceh, Pemerintah Aceh perlu menjalin kerjasama dengan pihak akademik, untuk menyusun dan membuat perencanaan pembangunan daerah. Pemerintah tidak perlu khawatir dengan kampus, apalagi merasa saingan.
Selanjutnya Mantan Ketua KPU periode 2002-2007 itu, menjelaskan bahwa MoU Helsinki sebagai modal dalam membangun Aceh, dengan adanya MoU Helsinki, Aceh dapat kembali menata diri dengan kebijakan, politik, pendidikan, sosial dan hukum. "Yang tandatangan MoU, kan mereka (GAM), maka wajar kalau mereka yang berperan, itu sangat normatif dan siapa pun tidak boleh merasa ditinggalkan" tandasnya.
Pemerintah Aceh perlu segera medesain program strategis untuk membuka akses transportasi untuk wilayah tengah dan tenggara. "Sederhana saja, gubernur cukup membuka jalan lintas antara Meulaboh ke Geumpang atau Takengon, lalu masing-masing jalan ditembuskan ke jalan pesisir timur-Utara, Sigli atau Lhokseumawe" Ulas Nazar berfilosofi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar