Beban kerja dan kesiapan kerja menjadi pertimbangan penting dalam
merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil kerja. Sekolah merupakan lembaga
non profit yang digerakkan dan dijalankan oleh para guru sebagai tenaga
pendidik, staf adminitrasi sebagai tenaga kependidikan dan siswa/siswi sebagai
peserta didik. Komposisi dan sumberdaya manusia, menjadi komponen penting dalam
mewujudkan visi dan misi sekolah. Komponen kerja di sekolah, berkaitan ldengan
pelayanan dan pengayaan yang melibatkan kepala
sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan ketersediaan sarana dan
prasana termasuk anggaran.
Secara normatif, kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah, menjadi satu-satunya figur menjadi yang dijadikan teladan, tumpuan dan harapan dalam menjaga ritme penyelesaiaan tugas-tugas, termasuk mengajar. Sangat disadari, bahwa semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan, bagi kepala sekolah setidaknya ada dua hal yang menyebabkan terjadinya resistensi, yaitu kualifikasi akademik dan kemampuan manajerial.
Secara kualifikasi akademik, kita yakin bahwa kepala sekolah dan guru
ditingkat sekolah menengah rata-rata sudah berijazah sarjana, sebagiannya ada
yang sudah berijazah magister, malah ada yang sudah doktoral. Bila dilihat dari
kemampuaan akademik, maka kepala sekolah dan tenaga pendidik kita sudah sangat
memadai bahkan lebih dari itu, namun secara profesional masih perlu pendataan
dan penelitian lebih lanjut. Sebagai tenaga profesional, kepala sekolah dan
guru mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda, namun sama-sama memiliki
visi untuk mencerdaskan. Tugas manajerial menjadi tugas berat, karena yang dikelola
adalah sumberdaya manusia, yang memiliki perilaku dinamis.
Kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan
tugas-tugasnya di sekolah sudah barang tentu, akan menemui berbagai kendala dan
tantangan, hal itu menjadi beban yang berkibat pada terjadinya stres. Namun
demikian, kinerja kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
tidaklah selalu berbanding lurus dengan rasa aman yang diberikan sekolah.
Pengelolaan waktu, perlu terus dilakukan untuk meminimalisir
ketimpangan dan segera dapat diidentifikasi dengan skala perioritas. Sumberdaya
sekolah selain itu, pendidik dan tenaga kependididikan juga tidak luput dari
tekenan mental dari atasannya yaitu kepala sekolah. Demikian pula, oleh kepala
sekolah tidak jarang ia juga mendapatkankan tekanan dari atasan misalnya
tuntutan kerja dari Dinas Pendidikan yang mana tugas-tugas itu menuntut kepala
sekolah untuk dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.
Beban berat yang dialami pendidik dan tenaga kependidikan tersebut
tentu saja dapat mengakibatkan kurangnya fokus atau mengganggu aktivitas dalam
bekerja. Hal ini, memacu kreativitas kepala sekolah dalam mengelola berbagai
risiko termasuk konflik interes. Secara umum, setiap langkah selalu berhadapan
dengan risiko, risiko menjadi penting dalam menjaga keseimbangan dalam
mengambil keputusan. Namun perlu diingat, bahwa tidak semua orang siap dengan
risiko, termasuk pimpinan sekolah. Orang yang siap dengan risiko, akan
mengurasi beban atau stres, sehingga dalam berpikir dan bertindak, akan lebih
seimbang dan mapan.
Risiko dan rasa
stres akan lebih mengancam apabila tidak dibarengi dengan keseimbangan dan pengandalian
emosional. Dwiyanti (2001) dipetik oleh Rivai dan Mulyadi (2013) secara umum
penyebab stres, sebagai berikut, Pertama
tidak adanya dukungan sosial, artinya, ternyata tekanan/stres akan selalu muncul
apabila tidak mendapat dukungan dari keluarga dan/atau lingkungan tempat kerja.
Kedua,tidak
adanya kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, hal ini terkait
dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas di pekerjaannya. Ketiga,
adanya tindakan pelecehan seksual, pelecehan seksual dapat berupa mengajak berkencan,
melemparkan rayuan, pujian, senyuman yang tidak pada tempatnya (berlebih).
Keempat, kondisi lingkungan kerja yang terlalu
tegang, sehingga iklim kerja terlalu panas, terlalu sesak, terlalu protektif, terlalu
gaduh, terlalu ramai dan terlalu bising sehingga kenyamanan menjadi bangka langka,
sulit ditemukan. Kelima, adanya manajemen yang kurang, banyak pekerja belum dapat mengikuti
gaya kepemimpinan manajernya yang cenderung neurotis, yakni pemimpin yang
sangat sensitif, tidak percaya orang lain termasuk bawahan/stafnya.
Keenam,
adanya pengalaman pribadi yang menyakitkan, termasuk kematian anggota keluarga,
berpisah dengan pasangan, perceraian, putus sekolah, anak sakit, atau gagal
sekolah, kehamilan tidak dinginkan, peristiwa teraumatis atau mengalami masalah
pelanggaran hukum. Wallahu’alam bissawaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar