Tulisan ini dilhami
atas pengalaman indah salah seorang sahabat kami, kami berteman sejak kuliah di
Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh sekira tahun 1994 – 1999. Dia, pria
berperawakan subur dan selalu tampil necis, rapi dan modis bak selebritis. Teman-teman,
sering memangginya dengan panggilan Sultan, Sulatan adalah mahasiswa yang
dikenal berprestasi biasa-biasa saja, kalau ke kampus biasanya mendekati
midthem (Ujian Tengah Semester) atau ketika teman-teman sudah kuliah pada
pertemuan ke 3-4 kali, namun ia cuek aja. Teman-teman seperjuangannya, sangat menaruh
hormat kepada Sultan, bukan karena lebih tua atau terlihat sehat, atau sangar,
namun lebih kepada kelihaiannya dalam bergaul, terlihat sangat supel, komunikasinya
mengalir bak air di sungai.
Sultan
memang memiliki talenta dan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan teman-teman
sejawatnya, paling tidak setiap kumpul di kantin belakang kampus, selalu heboh
dengan merapatkan 3-4 meja, saling bercerita dan canda tawa yang membahana,
sehingga menyita perhatian para pengunjung lain. Tahun 1995-1996 merupakan tahun-tahun
penuh suka dan duka bagi mahasiswa, namun bagi sultan hal itu tidak termasuk
yang melarat, karena setiap kekampus sultan selalu berstelan rapi dengan kemeja
lengan panjang, celana terusan dan bersepatu mengkilap bak sosok pejabat atau
pengusaha berkelas.
Konon sultan
ketika itu sudah bergaul dengan para pengusaha high class, mungkin juga
pengusaha pertambangan, transportasi, makanan dan parawisata. Kami selaku teman-temannya
hanya tahu, bahwa sultan termasuk mahasiswa tajir dan tergolong berhasil dalam
usahanya. Mungkin karena alas an sudah tergolong mapan, Sultan dengan cepat
kepincut dengan gadis Medan lalu menikah pada tahun 1997, meskipun masih duduk
di bangku kuliah semester 6, keputusan untuk menikah menjadi sangat fonomenal
dikalangan teman-temanya , karena ketika itu belum ada teman-temannya yang
berani menikah, mungkin berceritapun tidak. Semua berkutat dengan mata kuliah,
dan sebahagian baru berpikr untuk jadwal KKN. Namun keputusan menikah tergolong
sangat berani yang diambil oleh sultan dan kita teman-temannya angkat topi
dengan keberanian itu.
Setelah menikah
sultan tidak lagi diketahui khabarnya, sementara kawan-kawannya terus satu
persatu menyelesaikan kuliahnya hingga tahun 1999 dan 2000 semua teman-teman
sejawat yang seleting dengannya sudah dinyatakan wisuda, namun sultan tidak
ikut rombongan kita. Baru tahun 2001 terdegar khabar bahwa sultan sudah kembali
kekampus untuk menyelesaikan kuliahnya, dan kami para teman-temannya merasa
rindu dan bersepakat untuk berkumpul dan bertemu untuk lepas kangen, mungkin serasa
reunilah. Acara kecil-kecilan dirancang, namun terkesan meriah, dan ketika
itulah kami tahu bahwa Sultan sudah pindah domisili di Kota Medan dengan satu
orang putri berumur 2 tahun.
Setelah
pertemuan itu, kami total hilang kontak, tidak tahu kabarnya seperti apa, tsunami
saja kami tidak ketemu. Namun setelah sepuluh tahun kemudia, sekira awal tahun
2011, tidak ingat apa penyebabnya kami kembali berkomunikasi dan Sultan mengaku
sedang berada di Pekanbaru mengurus bisnisnya, sedangkan saya sedang berada di
Bangka Belitung menunaikan tugas sebagai guree di dayah manyang. Lewat telepon
seluler kami saling berbagi cerita dan menyatakan pada suatu saat nanti kami
akan bertemu.
Sekira awal
Agustus 2012 saya sedang berada di Jakarta dan salah seorang sejawat kami
memberitakan bahwa Sultan sedang di Jakarta, maka saya berinisiatif untuk
mengontaknya dan ternyata benar, bahwa Sultan sedang mengurus usahanya di
Jakarta bidang investasi.
Pertemuan diantara
kami tergolong sering karena tempat usaha Sultan dan tenpal tinggal saya ternya
berdekatan hanya 10 menit berjalan kaki. Kemudian baru tadi malam kami bersua
kembali setelah membuat janji sekira 2 minggu yang lalu. Pertemuan dua sahabat
ini memang sangat akrab, kami makan malam disebuah warung di pinggir jalan
Setia Budi, dengan menu gulai kambing khas Betawi. Kami saling bercerita dan tanpa
diketahui penyebabnya Sultan menceritakan kebiasaanya ketika pulang ke Medan. Bahwa
sultan mengaku hampir setiap bulan pulang ke Medan karena keluarga dan anaknya
masih bersekolah di medan.
Ada yang
menarik atas kebiasaan itu, setiap berada di Medan, Sultan memilih hari libur
untuk berbelanja untuk kebutuhan logistic (kebutuhan dapur) dengan mengajak istri
dan anaknya bergegas menuju pasar dan berbelanja sejumlah kebutuhan makanan lengkap
dengan lauknya untuk porsi 100 orang. Lalu dengan mengajak semua anggota
keluarganya, Sultan bersama istri dan anak-anaknya menyiapkan makanan untuk
makan siang, lalu makanan itu dihitung untuk 100 porsi dinaikan dalam mobilnya.
Sekira pada
jam 11.30 WIB dengan mengajak semua anggota keluarganya, sultan menyusuri
jalan-jalan kecil dan sepi di pinggiran Kota Medan, semabari melacak dan
memastikan mangsanya. Setiap ada orang tua renta yang sedang berjalan dipanggil
oleh sultan untuk diberikan satu kotak nasi dan air mineral. Lalu terus
berjalan… berjumpa dengan tukang sampah, maka dia minta anaknya untuk
memberikan nasinya kepada tukang sampah itu. Sultan juga singgaj diperempatan
jalan,ada anak-anak jalanan, pengamen, gelandangan dan tukang ojek juga menjadi
incaran Sultan untuk diserahkan nasi kotak. Tidak hanya itu setiap ditemui
orang-orang yang sedang istirahat di pelataran mesjid dan mushalla juga diberikan
nasi kotak, dan begitulah sampai persediaan nasi kota dinyatakan habis.
Setelah semua
stok habis maka, Sultan bersama kelurganya bergegas mencari dan singgah di
Mesjid untuk Slahat Zuhur berjamah, lalu bermunajat kepada yang maha kuasa. Ya
Allah limpahkanlah rezkimu kepada ku, agar dibulan depan aka dapat membagikannya
kepada mereka yang lebih membutuhkan. Ya Allah ya Rabb… panjangkan umur kami,
agar bulan depan kami bisa ketemu lagi dengan hamba-hambamu yang mulia itu. Ya Allah Ya Rab berikan kami kesehatan agar
kami dibulan depan bisa kembali berjumpa dengan ahli syurgamu… dan seterusnya,
hingga tanpa terasa linangan air mata sudah membasahi pipinya. Keikhlasan itu
ternyata ada pada saling membahagiakan, saling menerima, saling berempati, saling
member, saling menerima dan saling bermunajad untuk kebaikan dan kebahagian.
Allah maha menerima kebaikan dan selalu menambah reski kepada hambanya, dari
jalan yang tidak disangka-sangka.
Jakarta, 8
Mei 2013, pukul 23.06 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar