Rabu, 08 Mei 2013

SULTAN, BESEDEKAH DENGAN HATI


Tulisan ini dilhami atas pengalaman indah salah seorang sahabat kami, kami berteman sejak kuliah di Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh sekira tahun 1994 – 1999. Dia, pria berperawakan subur dan selalu tampil necis, rapi dan modis bak selebritis. Teman-teman, sering memangginya dengan panggilan Sultan, Sulatan adalah mahasiswa yang dikenal berprestasi biasa-biasa saja, kalau ke kampus biasanya mendekati midthem (Ujian Tengah Semester) atau ketika teman-teman sudah kuliah pada pertemuan ke 3-4 kali, namun ia cuek aja. Teman-teman seperjuangannya, sangat menaruh hormat kepada Sultan, bukan karena lebih tua atau terlihat sehat, atau sangar, namun lebih kepada kelihaiannya dalam bergaul, terlihat sangat supel, komunikasinya mengalir bak air di sungai.
Sultan memang memiliki talenta dan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan teman-teman sejawatnya, paling tidak setiap kumpul di kantin belakang kampus, selalu heboh dengan merapatkan 3-4 meja, saling bercerita dan canda tawa yang membahana, sehingga menyita perhatian para pengunjung lain. Tahun 1995-1996 merupakan tahun-tahun penuh suka dan duka bagi mahasiswa, namun bagi sultan hal itu tidak termasuk yang melarat, karena setiap kekampus sultan selalu berstelan rapi dengan kemeja lengan panjang, celana terusan dan bersepatu mengkilap bak sosok pejabat atau pengusaha berkelas.
Konon sultan ketika itu sudah bergaul dengan para pengusaha high class, mungkin juga pengusaha pertambangan, transportasi, makanan dan parawisata. Kami selaku teman-temannya hanya tahu, bahwa sultan termasuk mahasiswa tajir dan tergolong berhasil dalam usahanya. Mungkin karena alas an sudah tergolong mapan, Sultan dengan cepat kepincut dengan gadis Medan lalu menikah pada tahun 1997, meskipun masih duduk di bangku kuliah semester 6, keputusan untuk menikah menjadi sangat fonomenal dikalangan teman-temanya , karena ketika itu belum ada teman-temannya yang berani menikah, mungkin berceritapun tidak. Semua berkutat dengan mata kuliah, dan sebahagian baru berpikr untuk jadwal KKN. Namun keputusan menikah tergolong sangat berani yang diambil oleh sultan dan kita teman-temannya angkat topi dengan keberanian itu.
Setelah menikah sultan tidak lagi diketahui khabarnya, sementara kawan-kawannya terus satu persatu menyelesaikan kuliahnya hingga tahun 1999 dan 2000 semua teman-teman sejawat yang seleting dengannya sudah dinyatakan wisuda, namun sultan tidak ikut rombongan kita. Baru tahun 2001 terdegar khabar bahwa sultan sudah kembali kekampus untuk menyelesaikan kuliahnya, dan kami para teman-temannya merasa rindu dan bersepakat untuk berkumpul dan bertemu untuk lepas kangen, mungkin serasa reunilah. Acara kecil-kecilan dirancang, namun terkesan meriah, dan ketika itulah kami tahu bahwa Sultan sudah pindah domisili di Kota Medan dengan satu orang putri berumur 2 tahun.
Setelah pertemuan itu, kami total hilang kontak, tidak tahu kabarnya seperti apa, tsunami saja kami tidak ketemu. Namun setelah sepuluh tahun kemudia, sekira awal tahun 2011, tidak ingat apa penyebabnya kami kembali berkomunikasi dan Sultan mengaku sedang berada di Pekanbaru mengurus bisnisnya, sedangkan saya sedang berada di Bangka Belitung menunaikan tugas sebagai guree di dayah manyang. Lewat telepon seluler kami saling berbagi cerita dan menyatakan pada suatu saat nanti kami akan bertemu.
Sekira awal Agustus 2012 saya sedang berada di Jakarta dan salah seorang sejawat kami memberitakan bahwa Sultan sedang di Jakarta, maka saya berinisiatif untuk mengontaknya dan ternyata benar, bahwa Sultan sedang mengurus usahanya di Jakarta bidang investasi.
Pertemuan diantara kami tergolong sering karena tempat usaha Sultan dan tenpal tinggal saya ternya berdekatan hanya 10 menit berjalan kaki. Kemudian baru tadi malam kami bersua kembali setelah membuat janji sekira 2 minggu yang lalu. Pertemuan dua sahabat ini memang sangat akrab, kami makan malam disebuah warung di pinggir jalan Setia Budi, dengan menu gulai kambing khas Betawi. Kami saling bercerita dan tanpa diketahui penyebabnya Sultan menceritakan kebiasaanya ketika pulang ke Medan. Bahwa sultan mengaku hampir setiap bulan pulang ke Medan karena keluarga dan anaknya masih bersekolah di medan.
Ada yang menarik atas kebiasaan itu, setiap berada di Medan, Sultan memilih hari libur untuk berbelanja untuk kebutuhan logistic (kebutuhan dapur) dengan mengajak istri dan anaknya bergegas menuju pasar dan berbelanja sejumlah kebutuhan makanan lengkap dengan lauknya untuk porsi 100 orang. Lalu dengan mengajak semua anggota keluarganya, Sultan bersama istri dan anak-anaknya menyiapkan makanan untuk makan siang, lalu makanan itu dihitung untuk 100 porsi dinaikan dalam mobilnya.
Sekira pada jam 11.30 WIB dengan mengajak semua anggota keluarganya, sultan menyusuri jalan-jalan kecil dan sepi di pinggiran Kota Medan, semabari melacak dan memastikan mangsanya. Setiap ada orang tua renta yang sedang berjalan dipanggil oleh sultan untuk diberikan satu kotak nasi dan air mineral. Lalu terus berjalan… berjumpa dengan tukang sampah, maka dia minta anaknya untuk memberikan nasinya kepada tukang sampah itu. Sultan juga singgaj diperempatan jalan,ada anak-anak jalanan, pengamen, gelandangan dan tukang ojek juga menjadi incaran Sultan untuk diserahkan nasi kotak. Tidak hanya itu setiap ditemui orang-orang yang sedang istirahat di pelataran mesjid dan mushalla juga diberikan nasi kotak, dan begitulah sampai persediaan nasi kota dinyatakan habis.
Setelah semua stok habis maka, Sultan bersama kelurganya bergegas mencari dan singgah di Mesjid untuk Slahat Zuhur berjamah, lalu bermunajat kepada yang maha kuasa. Ya Allah limpahkanlah rezkimu kepada ku, agar dibulan depan aka dapat membagikannya kepada mereka yang lebih membutuhkan. Ya Allah ya Rabb… panjangkan umur kami, agar bulan depan kami bisa ketemu lagi dengan hamba-hambamu yang mulia itu.  Ya Allah Ya Rab berikan kami kesehatan agar kami dibulan depan bisa kembali berjumpa dengan ahli syurgamu… dan seterusnya, hingga tanpa terasa linangan air mata sudah membasahi pipinya. Keikhlasan itu ternyata ada pada saling membahagiakan, saling menerima, saling berempati, saling member, saling menerima dan saling bermunajad untuk kebaikan dan kebahagian. Allah maha menerima kebaikan dan selalu menambah reski kepada hambanya, dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Jakarta, 8 Mei 2013, pukul 23.06 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar