Kepala sekolah sebagai leader mempunyai peran strategis dalam
upaya pengembangan dan peningkatan kompetensi guru, termasuk pengembangan
keprofesian berkelanjutan. Kepala sekolah sebagai guru yang diberi tugas
tambahan diharapkan mampu mengelola dan menjalankan manajemen sekolah dengan
baik dan berkualitas.
Bila mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala
Sekolah/Madrasah, maka kepala sekolah sekurang-kurangnya memiliki lima kompetensi
yaitu; kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan
sosial. Selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, diamanatkan agar kepala sekolah mampu merencanakan
program supervisi akademik, mampu melaksanakan supervisi akademik dan mampu menindaklanjuti
hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan
profesionalisme.
Setiap kepala sekolah dalam merencanakan
supervisi sudah dibekali dengan kompetensi manajerial ketika mengikuti pendidikan
dan pelatihan calon kepala sekolah. Pembekalan tersebut dibimbing langsung oleh
widyaiswara dari Badan Pengembangan Kepala Sekolah (BPKS), selaku satu-satunya
lembaga yang berwenang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah.
Supervisi Kepala Sekolah
Kompetensi supervisi kepala sekolah akan berjalan seiring, seimbang dan simultan, sebagai penguatan sistem untuk menggerakan potensi sekolah agar berjalan dengan stabil dan dinamis. Secara prinsip (Chaerul Rochman; 2011) menegaskan supervisi dilakukan untuk meningkatkan keterampilan kerja kelompok, kepemimpinan pendidikan, pengaturan personalia sekolah, dan penilaian kinerja. Supervisi dirancang khusus oleh kepala sekolah untuk membantu guru dalam menjalankan tugas fungsional di sekolah. Setiap guru harus diberi kesempatan untuk menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayananan terbaik kepada peserta didik.
Supervisi Kepala Sekolah
Kompetensi supervisi kepala sekolah akan berjalan seiring, seimbang dan simultan, sebagai penguatan sistem untuk menggerakan potensi sekolah agar berjalan dengan stabil dan dinamis. Secara prinsip (Chaerul Rochman; 2011) menegaskan supervisi dilakukan untuk meningkatkan keterampilan kerja kelompok, kepemimpinan pendidikan, pengaturan personalia sekolah, dan penilaian kinerja. Supervisi dirancang khusus oleh kepala sekolah untuk membantu guru dalam menjalankan tugas fungsional di sekolah. Setiap guru harus diberi kesempatan untuk menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayananan terbaik kepada peserta didik.
Pada prinsipnya semua kompetensi berperan penting
dalam penguatan proses pembelajaran termasuk pembinaan kompetensi guru berbasis
keberlanjutan. Pelaksanaan supervisi akan
sangat strategis bagi kepala sekolah dalam memahami tugas dan fungsi guru guna
mewujudkan visi dan misi kepemimpinan sekolah. Proses penilaian kinerja profesionalisme
guru, dilakukan secara periodik dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi yang tepat. Supervisi dilakukan untuk memberikan bimbingan, bantuan,
pengawasan dan penilaian agar guru mampu mengembangkan potensi diri dalam
proses belajar-mengajar yang lebih baik dan berkualitas.
Pengembangan keprofesian guru secara integral
dan berkelanjutan menjadi salah satu bentuk aktualisasi tugas guru sebagai
tenaga profesional. Pemerintah secara sadar memberi dukungan dengan menerbitkan
aturan perundang-undangan, mulai UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai
Kepala Sekolah/Madrasah.
Selanjutnya secara operasional adanya
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor : 03/V/PB/2010 Nomor 14
Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Semua aturan tersebut menyebutkan secara eksplisit bahwa guru wajib
melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang meliputi unsur
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.
Pertama pengembangan diri,
guru perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan untuk upgrade diri, meningkatkan
profesionalisme, untuk memenuhi standar profesinya. Pendidikan tambahan,
berorientasi pada teori dan metode pembelajaran untuk menjawab why (mengapa?). Sedangkan pelatihan
berorientasi pada praktek, untuk menjawab how
(bagaimana?). guru perlu ikut serta dalam pertemuan ilmiah, workshop, lokakarya, seminar, koloqium,
diskusi pannel dan pertemuan ilmiah yang lain.
Kedua publikasi ilmiah,
setiap guru dikehendaki untuk lebih optimal dalam menulis karya ilmiah, baik hasil
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), tulisan ilmiah populer (opini), menulis buku
pelajaran, modul/diktat pembelajaran, dan karya terjemahan. Karya ilmiah
diterbitkan dalam jurnal ilmiah atau diseminarkan secara mandiri di sekolah
sebagai pertanggungjawaban publik.
Ketiga karya inovatif,
guru perlu didorong untuk menemukan hal baru sebagai kontribusi terhadap
peningkatan kualitas proses pembelajaran, pengembangan alat peraga, model pembelajaran
sains berbasis teknologi dan digital. Penemuan teknologi tepatguna, menciptakan
karya seni, penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.
Kepala sekolah perlu hadir dalam setiap
proses pembelajaran, mendorong peningkatan kompetensi guru, pengembangan
minat siswa dan prestasi siswa. Supervisi kepala sekolah menjadi instrumen dan
jembatan dalam memotivasi guru untuk selalu meningkatkan kompetensinya, menuju
guru berprestasi. Wallahu’alambissawaf.
artikel ini sudah
pernah dimuat di kolom Opini Harian Bangka Pos, halaman tanggal 3 Oktober 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar