Wajah pendidikan kita kembali tercoreng,
seorang ibu guru SMA Negeri 4 Kota Kupang, harus menahan rasa sakit dan
sempoyongan setelah menerima dua kali tendangan di bagian perut. Perlakukaan
kasar dilakukan oleh orang tua siswa, pada saat guru tersebut sedang mengajar
di kelas. Perlakuan miris itu diberitakan serentak di media cetak, online dan
tv, peristiwa terjadi (20/10/2018) dialami oleh Makrina Bika (57) guru Bahasa
Inggris dianiaya oleh Matheos Tuflasa (50) yang notabene-nya adalah ayah dari
siswanya berinisial MT (17).
Saksi mata, Erens Tualaka (37), menuturkan kejadian
itu terjadi disaat MT siswi kelas XI IPA
4 berjalan melalui koridor sekolah menuju perpustakaan, lalu bersenggolan
dengan guru Makrina Bika. Akibatnya, telepon genggam sang guru terjatuh, sementara
MT terus berjalan tanpa mempedulikan peristiwa itu. Makrina kemudian mengikuti
MT dengan maksud ingin menegur dan bertanya sambil mencolek pipinya. Diluar
dugaan, justru MT menelpon ayahnya atas perlakuan gurunya dan lebih dari lima
kali dengan suara keras, MT mengeluarkan makian dengan kata-kata kasar sambil
menelpon ayahnya.
Anehnya, tak berselang lama, ketika memasuki
jam keenam pelajaran, tiba-tiba sang ayah MT datang ke sekolah dengan serta merta
masuk ke ruang kelas dan menganiaya sang guru yang sedang mengajar. Melihat perlakuan
yang keterlaluan terhadap gurunya, maka spontanitas siswa berusaha
menyelamatkan gurunya dari serangan orang asing itu. Mungkin, untuk menghindari
terjadinya kegaduhan, maka pihak sekolah berinisiatif melaporkan kejadian itu
kepihak Mapolsek Kelapa Lima, akhirnya pelaku terpaksa diamankan sementara
sambil menunggu proses selanjutnya.
Ketegasan Sekolah
Akhirnya, pihak sekolah mengambil keputusan
tegas dan mengeluarkan siswi tersebut
dari sekolah. Tidak bisa dipungkiri, siswa semakin kehilangan etika dan sopan
santun terhadap teman, guru, keluarga bahkan ke orang tua sekalipun. Siswa tidak
lagi menganggap gurunya sebagai teladan, panutan, seorang yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan sehingga patut dihormati dan disegani. Kondisi ini
diperparah dengan adanya kesan “pembiaran” yang dilakukan oleh pihak sekolah
atas perilaku menyimpang yang dilakukan siswanya. Sudah saatnya pihak sekolah
menyiapkan peraturan dan persyaratan yang ketat terkait dengan tatatertib
sekolah sejak penerimaan siswa baru.
Selama ini, masih ada kesan dari pihak sekolah
belum mampu secara optimal menjalankan peraturan sekolah terkait dengan standar
isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pengelolaan, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, dan standar pembiayaan pendidikan sebagai delapan kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia. Seharusnya kriteria ini menjadi
pengunci celah bagi para pihak, untuk “negoisasi” dan “terpaksa” menerima siswa
yang kompetensinya rendah apalagi yang berperilaku nakal. Kemudian, untuk
menjaga keseimbangan maka setiap orang tua siswa perlu membuat surat pernyataan
yang menerangkan bahwa jika terjadi pelanggaran dan perilaku menyimpang yang
dilakukan oleh anaknya atau orang tuanya, maka pihak sekolah berhak memberi
sanksi sesuai dengan kaedah kepantasan dan kepatutan.
Profesi yang terancam
Profesi guru akan terus terancam, jika guru
tidak mampu membuat terobosan secara bersama-sama untuk menjadi penyeimbang
dalam status sosial, kesejahteraan, imunitas dan kewibawaan. Terjadinya
perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa dan remaja secara umum
dikarenakan pergaulan, gadget dan teknologi yang sangat terbuka, mudah diakses
oleh siapa saja, dan lemahnya pengawasan dari keluarga. Orang tua siswa
mempunyai kesibukan dan pekerjaan yang menyita waktu, sehingga mengakibatkan
kurangnya perhatiaan terhadap anak-anaknya. Orang tua tidak sempat lagi
menayakan suasana sekolah anaknya, tidak sempat lagi menemani anaknya ketika
mengerjakan PR, tidak sempat lagi mengantar anaknya ke sekolah. Hal ini dapat
mengakibatkan anak terlalu bebas, terlalu liar, dan kehilangan pengawasan
sehingga merasa sangat merdeka dalam menentukan sikap dan pilihannya.
Kondisi ini, dapat berakibat pada hilangnya
sopan santun, lunturnya budaya hormat-menghormati, hilangnya rasa saling
menghargai dan pudarnya rasa solidaritas. Bahkan kondisi dapat terjadi karena
faktor; Pertama, status sosial siswa lebih tinggi dari gurunya, sang siswa
berasal dari keluarga yang mapan, terpandang, apalagi orang tuanya sebagai
pejabat di instansi pemerintah. Jadi, dengan fasilitas yang diberikan oleh
orang tuanya membuat siswa tidak takut pada siapapun termasuk pada guru karena
orangtuanya pasti akan mendukung anaknya.
Kedua, posisi ekonomi siswa lebih baik dari
guru, hal ini banyak terjadi disekolah favorit dan internasional. Siswa akan
memandang rendah gurunya, karena siswa ke sekolah dengan kendaraan mobil,
sedangkan sang guru hanya naik sepeda motor, pakaian dan sepatu yang digunakan
siswa lebih ‘branded’ dibandingkan gurunya. Ketiga, siswa lebih paham materi
yang diajarkan oleh gurunya, bagi siswa yang serius belajar, mereka akan dapatkan
materi lebih banyak dan update dengan cara kursus melalui lembaga bimbingan
belajar atau privat. Hal ini memungkinkan siswa akan memberikan pandangan
rendah terhadap gurunya.
Tugas guru tidak hanya sekadar mengajar,
menunaikan kewajiban, memenuhi jam pelajaran, justru guru harus mampu
menunjukkan kreativitas yang mumpuni, model pembelajaran fun, dan materi ajar
yang terus di update. Sebagai pendidik, guru perlu menghadirkan kepekaan
sosial, rasa simpati dan empati,
tanggungjawab, solidaritas dan berhimpun dalam wadah asosiasi guru. Orang
tua/wali siswa hendaknya mampu menjaga silaturahmi secara intens dengan kepala
sekolah dan dewan guru, menjalinan kerjasama, hadir ketika diundang, terutama
pada saat pengambilan rapor. Pemerintah perlu hadir menfasilitasi sekolah untuk
menyiapkan tenaga keamanan di setiap sekolah agar para tamu dapat difasilitasi
dan dimediasi untuk mendapatkan informasi secara profesional dan proporsional. Waalahu’alam bissawaf.
artikel
ini sudah pernah dimuat di kolom Opini Harian Babel Pos, halaman 8 tanggal 27 Oktober
2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar